TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mendukung usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai penambahan bantuan keuangan partai politik (Banpol). “Banpol memang relevan dinaikkan untuk memperkuat partai dan menekan praktik politik uang. Tapi tanpa transparansi dan akuntabilitas, itu hanya akan mempertebal ongkos politik yang tidak sehat,” kata peneliti Fitra, Gurnadi Ridwan, dalam rilis resminya pada Selasa, 27 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fitra menilai partai politik memiliki peran vital dalam demokrasi sehingga layak mendapat dukungan anggaran yang memadai. Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018, dana Banpol saat ini diberikan berdasarkan jumlah suara sah yang diperoleh partai—Rp 1.000 per suara untuk DPR, Rp 1.200 untuk DPRD provinsi, dan Rp 1.500 untuk DPRD kabupaten/kota.
Namun, beban operasional partai meningkat seiring bertambahnya jumlah provinsi, kabupaten, dan kota. Pada saat yang sama, sistem partai dan pemilu dinilai masih belum efisien.
Gurnadi menggarisbawahi lima syarat utama yang mesti dipenuhi pemerintah jika ingin menaikkan anggaran banpol. Pertama, pengelolaan Banpol harus dilakukan secara transparan. “Partai harus punya dashboard keuangan yang bisa diakses publik, dan audit dilakukan oleh auditor independen, bukan sekadar uji petik oleh BPK,” ucapnya.
Kedua, dana tersebut harus diarahkan untuk penguatan kualitas kader, terutama kader perempuan, bukan semata-mata untuk operasional partai. Ketiga, penyaluran banpol perlu mempertimbangkan indikator kinerja seperti keaktifan legislasi dan keterbukaan laporan, bukan hanya berdasarkan jumlah kursi.
Keempat, diperlukan sanksi tegas bagi penyalahgunaan dana, misalnya diskualifikasi dari pemilu jika terbukti menyelewengkan anggaran. Kelima, pembenahan sistem partai dan pemilu harus berjalan paralel untuk memastikan efektivitas penggunaan banpol.
Gurnadi juga mengingatkan, penambahan banpol perlu memperhatikan kondisi fiskal negara. Dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat di angka 4,87 persen dan tekanan anggaran dari proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan Makan Bergizi Gratis (MBG), penambahan dana partai dikhawatirkan menjadi beban baru bagi APBN dan APBD.
“Penambahan banpol sebaiknya dilakukan secara bertahap, sesuai kemampuan fiskal. Jika dipaksakan, dikhawatirkan justru menggerus belanja negara untuk sektor yang lebih strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” katanya.
Lembaga itu juga menolak anggapan bahwa kenaikan banpol otomatis akan menekan korupsi. Merujuk data dari Think Policy dan What Is Up Indonesia (WIUI), kasus korupsi yang melibatkan partai politik tetap marak dalam kurun 2011 hingga 2023, meski banpol telah disalurkan.
“Banpol bukan jaminan bebas korupsi. Kalau tidak ada reformasi, tidak ada transparansi, ya sama saja. Tambahan dana hanya jadi bensin untuk praktik lama,” ujar Gurnadi.