Petugas menata beras SPHP di salah satu ritel modern di Jakarta, Selasa (26/8/2025). Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan bahwa penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) produksi Perum Bulog masih belum optimal. Berdasarkan hasil pemantauan pada 11–22 Agustus 2025, beras SPHP belum tersedia di sebagian besar pasar tradisional, ritel modern, kios pangan, Rumah Pangan Kita (RPK), dan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih yang dipantau. Selain itu, Bapanas juga mencatat kelangkaan beras premium di sejumlah ritel modern. Sebagian besar beras yang tersedia merupakan beras fortifikasi, yaitu beras yang diperkaya dengan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, vitamin, dan zinc untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Meski demikian, stok beras nasional terpantau aman. Perum Bulog memastikan ketersediaan stok beras saat ini mencapai 3,9 juta ton.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hilangnya beras medium dan premium di sejumlah pasar ritel modern membuat keresahan semakin meluas. Ibu rumah tangga hingga pedagang kecil mulai mengeluhkan sulitnya mencari beras dengan harga normal, padahal komoditas ini adalah kebutuhan pokok utama masyarakat.
Siti Maryam (42), ibu rumah tangga asal Depok, mengatakan dirinya heran setiap kali ada masalah pangan, justru Menteri Pertanian yang turun langsung ke pasar.
“Harusnya kan Menteri Perdagangan atau Bapanas yang kerja. Kenapa selalu Pak Mentan yang repot? Padahal beliau urusannya lebih ke produksi. Kalau di pasar ritel begini ya mestinya Kemendag sama Bapanas turun tangan. Polisi juga kok diam saja, padahal ini jelas-jelas bikin rakyat susah,” keluhnya.
Hal senada diungkapkan Ratna Dewi (37), warga Bekasi, yang mengaku harus mengeluarkan uang lebih karena hanya ada beras kemasan kecil dengan harga mahal.
“Biasanya saya beli beras lima kilo, sekarang kosong. Adanya cuma yang kecil-kecil dan lebih mahal. Ini jelas bikin pengeluaran rumah tangga tambah berat. Saya heran, kok pemerintah diam saja?,” ujarnya.
Keresahan juga datang dari pedagang kecil. Nurhayati (50), pedagang nasi uduk di Jakarta Timur, mengaku usahanya mulai terganggu karena sulit mendapatkan pasokan beras.
“Saya biasanya beli beras karungan, sekarang susah. Kalau ada pun harganya naik. Akhirnya saya kurangi porsi dagangan. Kalau terus begini bisa-bisa warung kecil kayak saya gulung tikar,” katanya.
Masyarakat menilai kelangkaan beras ini tidak wajar karena Indonesia sebenarnya punya stok cukup. Mereka menduga ada permainan di level distribusi dan perdagangan yang sudah berlangsung lama.
“Kalau stoknya ada tapi di pasar hilang, ya pasti ada yang main. Pemerintah jangan diam. Rakyat butuh kepastian,” ujar Ratna.
Warga berharap Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ikut turun tangan menindak siapa pun yang mencoba mempermainkan harga beras.
“Pemerintah harus hadir. Jangan sampai urusan dapur rakyat dikorbankan demi kepentingan segelintir orang,” tegas Siti dikutip Senin (8/9/2025).