TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania menegaskan pentingnya memahami konsep jamu sebagai penyeimbang sistem tubuh. Minuman tradisional ini penuh manfaat, terutama bagi sistem pencernaan.
“Jamu itu konsepnya 'balance and harmony'. Ini konsep dari nenek moyang,” ujarnya dalam acara Peringatan Hari Jamu Nasional yang diadakan secara daring pada Ahad, 25 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari jaman dahulu, kata Inggrid, jamu dan pengobatan tradisional menyeimbangkan semua sistem tubuh dan harmoni dengan lingkungan luar tubuh kita. Menurut pakar jamu ini, ada delapan jenis jamu gendong yang umum dikonsumsi masyarakat semuanya berkontribusi positif dalam menjaga fungsi sistem pencernaan.
Kunyit asam misalnya, bermanfaat membantu mengatasi keluhan saat menjelang menstruasi, sementara sinom efektif meningkatkan fungsi pencernaan secara keseluruhan. Jika mengalami nyeri akibat jatuh atau cedera ringan, campuran jamu campuyang dapat menjadi pilihan.
Ada juga jamu pahitan untuk masalah kurangnya nafsu makan, gatal-gatal, atau bau badan. Bagi perempuan yang mengalami keputihan atau ingin mengurangi rasa begah, kunci suruh bisa menjadi solusi.
Untuk ibu menyusui, jamu uyup-uyup atau kepiokan lazim dikonsumsi. Jamu yang sama juga lazim diminum laki-laki untuk membantu mengurangi bau badan, karena ada kandungan beluntas di dalamnya. Jamu sinom, yang memiliki rasa mirip kunyit asam, juga disebut baik untuk memperbaiki pencernaan.
“Divariasikan pun tidak masalah, apalagi kalau misalnya disesuaikan dengan kebutuhan,” tutur Inggrid.
Selain tanaman obat, Inggrid juga menyoroti madu sebagai bahan alami berbasis hewani yang sangat bermanfaat bagi sistem pencernaan. “Kalau kita ada gastritis, ada GERD, lebih baik mengkonsumsi madu.
Madu dianggap bisa diterima oleh segala kalangan. Kandungan antioksidannya yang tinggi juga mencegah timbulnya kanker pada saluran cerna. Inggrid merekomendasikan kombinasi madu dan kunyit untuk menjaga kesehatan pencernaan. Senyawa kurkuminoid dalam kunyit memiliki efek antiinflamasi yang cocok untuk fungsi tersebut.
“Kunyit ini termasuk herbal yang diteliti di banyak negara. Jadi pembuktiannya sudah kuat,” ucap Inggrid.
Dalam acara yang sama, Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan Dita Novianti Sugandi menegaskan pentingnya jamu sebagai warisan budaya sekaligus potensi ekonomi. “Jamu bukan hanya ramuan tradisional, namun juga cerminan kebijaksanaan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun,” kata dia.
Pemerintah membuka peluang penggunaan dan pengembangan obat bahan alam melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Menurut Dita, Kementerian Kesehatan memprioritaskan obat bahan alam dalam agenda transformasi sistem kesehatan. Penggunaan obat tradisional kini mulai diintegrasikan ke dalam layanan fasilitas kesehatan. Proyek percontohannya ada di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Tawangmangu.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO juga sudah menetapkan budaya sehat jamu sebagai warisan budaya non fisik atau TakBenda ke-13 dari Indonesia pada Desember 2023. Dita mengajak organisasi profesi dan rumah sakit berkolaborasi dalam memperkuat layanan berbasis jamu
“Terus mendorong edukasi serta inovasi agar obat bahan alam dapat menjadi solusi kesehatan yang diakui secara luas,” ucap dia.