KontraS: Aktor Intelektual Kerusuhan Demo Harus Jadi Fokus TGPF

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bisa menjadi langkah positif pemerintah untuk mengusut kerusuhan dalam rangkaian aksi 25–31 Agustus 2025. Namun, KontraS menegaskan, tim tersebut harus independen, transparan, dan akuntabel, agar hasil investigasi tidak hanya menjadi janji kosong.

“Ya tentu ini sebuah langkah yang baik juga. Tuntutan masyarakat sebenarnya adalah supaya untuk mendorong supaya negara itu juga mempunyai hasil investigasi yang sifatnya independen dan alternatif dari investigasi-investigasi yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga lainnya, aparat pendagang hukum lainnya gitu ya,” kata Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, Jumat, (12/9/2025).

“Kami juga harus tekankan gitu ya, pembentukan tim ini jangan cuma hanya menjadi janji omong kosong belaka gitu ya,” katanya menambahkan.

Dimas juga menekankan bahwa fokus utama TGPF adalah mengungkap aktor intelektual di balik kerusuhan, bukan sekadar menuding masyarakat sipil atau mahasiswa yang dituduh sebagai provokator. Selain itu, tim juga diharapkan menyoroti tindakan aparat kepolisian dan pengerahan militer yang dianggap berlebihan dalam mengendalikan massa.

“Yang harusnya menjadi salah perhatian dari TGPF ini…aktor-aktor intelektualnya harus diungkap, ya gak cuma kemudian menangkap atau melakukan tuduhan-tuduhan terhadap kelompok-kelompok masyarakat sipil yang dianggap melakukan provokasi atau penghasutan,” katanya.

Menurut Dimas, ada tiga hal yang harus menjadi perhatian TGPF. Pertama, mencari dalang atau aktor intelektual kerusuhan, bukan hanya menjerat kelompok masyarakat sipil. Kedua, menyelidiki kekerasan aparat, termasuk penggunaan gas air mata, water cannon, hingga kendaraan taktis (rantis) yang dinilai tidak sesuai prosedur. Ketiga, menelusuri peran militer dalam pengendalian massa yang dinilai keluar dari fungsi utamanya.

“Menjadi penting TGPF independen karena dia bisa mengungkap secara benar, secara utuh dan transparan serta akuntabel gitu ya proses-proses yang terjadi selama rangkaian aksi di bulan Agustus tanggal 25 sampai 31,” katanya.

Selain itu, ia juga merekomendasikan agar Ia komposisi TGPF juga harus melibatkan akademisi, pakar, dan masyarakat sipil agar kredibilitas hasil investigasi dapat terjamin.

“Komposisinya juga harus diisi oleh gak hanya dari orang-orang dari lembaga negara, tapi juga oleh sejumlah pakar, profesional maupun warga masyarakat lainnya yang memang bisa menjamin kredibilitas, transparansi serta akuntabilitas dari hasil investigasi yang nanti akan dilakukan oleh TGPF,” katanya mengakhiri.

Sebelumnya, Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto menyetujui usulan kelompok masyarakat sipil, termasuk dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB) untuk membentuk Komisi Investigasi Independen. Tugas mereka adalah menguraikan rangkaian pada 25 Agustus, kemudian 28-30 Agustus 2025 di Jakarta dan daerah lainnya.

Kerusuhan pada periode tersebut, yang kemudian disebut oleh GNB sebagai prahara Agustus, ditambah dengan aksi pembakaran dan penjarahan. Pun muncul jiwa korban akibat rangkaian kejadian tersebut mencapai 10 orang, termasuk Affan Kurniawan yang meninggal karena dilindas kendaraan taktis (rantis) Rimueng milik Brimob Polri.

“Saya ingin sampaikan di sini bahwa salah satu tuntutan masyarakat sipil yang juga menjadi aspirasi kami dari GNB adalah perlunya dibentuk Komisi Investigasi Independen terkait dengan kejadian prahara Agustus beberapa waktu lalu, yang menimbulkan jumlah korban jiwa, korban kekerasan, luka-luka, dan seterusnya cukup banyak,” kata perwakilan GNB, Lukman Hakim Saifuddin di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (11/9/2025) malam WIB.

“Presiden menyetujui pembentukan itu, dan detailnya tentu nanti pihak Istana akan menyampaikan bagaimana formatnya,” ucap Lukman. Di lokasi yang sama selepas jumpa pers, Lukman menjelaskan, investigasi yang dilakukan secara independen itu perlu dilakukan.

Pasalnya, jangan sampai unjuk rasa yang digelar oleh masyarakat sipil termasuk aktivis, pelajar dan pelajar itu difitnah sebagai penyebab yang dipaksakan. Lukman menilai, unjuk rasa menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).

“Demo itu sebenarnya mahasiswa, para aktivis itu bisa secara damai sebagaimana biasa mereka mengekspresikan tuntutannya, itu adalah sesuatu yang dijamin oleh konstitusi. Lalu bisa kemudian berubah menjadi tindakan kekerasan, perusakan fasilitas umum, bahkan penjarahan dan lain sebagainya, pembakaran-pembakaran, dan itu kemudian menimbulkan fitnah, tuduhan-tuduhan macam-macam. Itulah kenapa lalu kemudian agar menghilangkan semua fitnah, tuduhan-tuduhan, saling tuduh satu kepada yang lain, maka harus diinvestigasi,” kata Lukman.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |