REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR menyoroti masih banyaknya persoalan dalam tata kelola pupuk bersubsidi. Wakil Ketua BAKN DPR, Herman Khaeron, menyebut pihaknya mengajak sejumlah kementerian dan lembaga terkait untuk membahas finalisasi penelaahan, termasuk Kementerian BUMN, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Danantara Indonesia, dan PT Pupuk Indonesia.
“Rapat soal rekomendasi subsidi pupuk. Ini kan masih banyak masalah ya. Misalkan seringkali kita mendengar para petani kekurangan pupuk bersubsidi,” kata Herman usai rapat kerja BAKN DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Menurut Herman, distribusi pupuk bersubsidi belum berjalan optimal karena sistem e-RDKK sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Akibatnya, penyaluran pupuk tidak sepenuhnya tepat sasaran.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi harga pokok produksi pupuk agar alokasi subsidi dapat dimanfaatkan lebih optimal. “Supaya kalau semakin efisien harga pokok produksinya bisa turun, maka dengan besaran biaya yang ada, kuantum pupuknya bisa ditingkatkan,” ujarnya.
Jika jumlah pupuk tetap, lanjut Herman, anggaran subsidi bisa ditekan sehingga negara lebih hemat. Skema ini dinilai mendukung pengelolaan fiskal yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Dalam rapat tersebut, BAKN DPR juga membahas pembagian peran antarinstansi. Herman menuturkan Kementan, Kementerian BUMN, Danantara, dan Kemenkeu sudah memiliki tugas masing-masing dalam memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi.
“Kementerian Keuangan tentu harus membuat skema subsidi itu selain mensubsidi harga supaya lebih rendah, juga mendorong investasi untuk pabrik pupuk,” ucapnya.
Herman menyebut semua pihak berkomitmen memperbaiki tata kelola pupuk melalui revitalisasi pabrik dan pembaruan sistem distribusi. Langkah ini, kata dia, bagian dari dukungan terhadap program pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan.
“Danantara akan juga fokus membangun atau merevitalisasi pabrik, bahkan untuk investasi lainnya,” tambah Herman.