REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pusat Bantuan Hukum (PBH) Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Hukum (IKA-FH) Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengungkapkan, keluarga almarhum Iko Juliant Junior belum menerima rekam medis dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi. Sebelum meninggal, Iko diketahui sempat dioperasi di rumah sakit tersebut.
Anggota PBH IKA-FH Unnes, Naufal Sebastian, mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah mendesak kepolisian agar segera merilis rekaman CCTV yang diklaim memperlihatkan insiden kecelakaan Iko. Hal itu agar penyebab kematian mahasiswa FH Unnes Angkatan 2024 tersebut menjadi terang.
"Termasuk (Rumah Sakit) Kariadi, karena Iko pada saat meninggal melakukan berbagai macam upaya medis, operasi dan macam-macam, tapi sampai sekarang keluarga masih belum menerima hasil rekam medis," kata Naufal, Kamis (11/9/2025).
Dia menambahkan, PBH IKA-FH Unnes selaku perwakilan hukum keluarga Iko, sudah menghubungi RSUP Dr.Kariadi untuk meminta rekam medis almarhum. "Katanya sekarang serba digital, nanti dikirim lewat email. Tapi sampai sekarang belum ada," ujarnya.
"Harapan kami bisa segera dipercepat disampaikan ke keluarga supaya keluarga juga punya bukti catatan yang ada di tubuh Iko secara medis," tambah Naufal.
Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Qothrunnada Wahid, mengunjungi kediaman almarhum Iko Juliant Junior di Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/9/2025). "Saya dan para pemuka agama, teman-teman dari Gusdurian, berkunjung ke rumah keluarga Iko Juliant, karena Iko ini masuk di dalam sepuluh nama korban jiwa selama prahara Agustus. Jadi kami ingin memberikan penguatan," kata Alissa saat diwawancara awak media.
Alissa mengungkapkan, dalam kunjungannya, dia berbincang dengan ibunda Iko. Putri Presiden RI ke-4 itu mengaku ingin mendengar langsung kronologi kematian Iko dari ibunya. Selain itu Alissa ingin mengetahui pribadi almarhum Iko.
Alissa mengetahui adanya pihak-pihak yang belum sepenuhnya mempercayai bahwa Iko meninggal akibat kecelakaan. Dia mendesak kepolisian agar transparan dalam penanganan kasus kematian Iko.
"Karena mengaku memiliki CCTV (yang memperlihatkan momen Iko kecelakaan), ya sudah dibuka saja, supaya terang," ujarnya.
Alissa mengingatkan rekam jejak kekerasan eksesif yang dilakukan institusi kepolisian sudah berlangsung selama bertahun-tahun. "Jadi kalau sekarang masyarakat membutuhkan data konkret, itu wajar. Polisi kan mengatakan (kasus Iko) ini kan kecelakaan, kalau dibuka CCTV-nya memang kecelakaan, kan sudah kita semua enak, kita tidak berprasangka lagi," ucapnya.
Menurutnya, jika polisi secara gamblang membuka penyebab kematian Iko, hal itu akan turut memberikan ketenangan kepada keluarga almarhum. "Jadi kalau ada CCTV-nya, beliau (ibunda Iko) bisa melihat, 'Oh memang betul-betul kecelakaan', pasti beliau akan lega," ujar Alissa.
Iko meninggal di RSUP Dr.Kariadi pada 31 Agustus 2025. Pada 30 Agustus 2025 malam, Iko pergi dari rumahnya bersama seorang temannya. Menurut keterangan yang diperoleh PBH IKA-FH Unnes, malam itu Iko hendak menyusul teman-temannya yang ditangkap pascademonstrasi di depan Mapolda Jateng.
PBH IKA-FH Unnes mengatakan, keluarga Iko memperoleh kabar bahwa Iko dirawat di RSUP Dr.Kariadi pada 31 Agustus 2025 siang, sekitar pukul 11:00 WIB. Kondisi Iko sudah kritis. Dia meninggal setelah sempat menjalani operasi akibat pendarahan di bagian limpa.
Menurut PBH IKA-FH Unnes, saat terbaring di rumah sakit, Iko sempat mengigau dan mengucapkan, "Ampun, Pak. Jangan pukulin saya lagi". Hal itu memantik kecurigaan PBH IKA-FH Unnes. Kecurigaan itu menguat karena mereka turut menemukan luka lebam pada tubuh Iko.