REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dikenal dengan kekayaan tradisi keagamaannya. Salah satunya adalah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diwarnai dengan beragam kearifan lokal. Di Banyuwangi, Jawa Timur, masyarakat memiliki cara unik memperingati kelahiran Rasulullah melalui tradisi yang disebut Endhog-Endhogan.
Tradisi ini dilakukan dengan menghias telur rebus menggunakan bunga kertas, lalu menancapkannya pada batang pohon pisang yang juga dipenuhi hiasan. Rangkaian hiasan tersebut kemudian diarak keliling kampung menggunakan becak sambil melantunkan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam sebuah kajian di kanal YouTube Al Wafa Tarim, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy mengungkapkan, tradisi Endhog-Endhogan digagas oleh ulama kharismatik Banyuwangi, KH Abdullah Faqih dari Cemoro, Songgon.
Ada pula riwayat yang menyebut tradisi ini bermula dari amanah Syaikhona Kholil Bangkalan yang disampaikan kepada salah satu santrinya di Banyuwangi.
“Tradisi ini digagas oleh seorang kiai bernama KH Abdullah Faqih dari Cemoro, Songgon, Banyuwangi dan beberapa informasi lagi adalah amanat yang diberikan oleh KH Kholil Bangkalan kepada salah seorang santri beliau di Banyuwangi yang kemudian pesan inspiratif Ini diterjemahkan dalam tradisi Endog,” jelas Kiai Azaim.
Lebih dari sekadar hiasan, telur atau endog dalam tradisi ini menyimpan makna mendalam. Menurut Kiai Azaim, telur menjadi simbol ajaran Islam yang utuh.
“Islam ini laksana seperti telur. Merah-merahnya atau kuningnya itu adalah ihsan. Kemudian bagian putihnya adalah iman dan kulitnya adalah Islam,” katanya.
Penggunaan telur sebagai simbol ini, lanjutnya, dimaksudkan agar masyarakat lebih mudah memahami konsep iman, Islam, dan ihsan dalam satu kesatuan.
Selain pesan spiritual, tradisi Endhog-Endhogan juga memiliki dimensi sosial. Setelah pembacaan kitab Barzanji selesai, hiasan telur tersebut biasanya diperebutkan oleh masyarakat, terutama anak-anak.
"Dan pesan sosialnya bahwa endhog-endhogan ini nanti direbut, diambil oleh seluruh hadirin setelah pembacaan maulid Barzanji," ungkap cucu KHR As’ad Syamsul Arifin ini.
Setelah membaca Barzanji, masyarakat, terutama anak kecil lantas merebut telur-telur itu yang diyakini bahwa itu adalah berkah dari sholawat yang sudah dibaca.
Dengan demikian, tradisi Endhog-Endhogan bukan hanya menjadi bentuk kecintaan masyarakat Banyuwangi kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi juga menjadi sarana pendidikan iman serta pengikat kebersamaan sosial.