REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan telah menindaklanjuti desakan 400 ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia melalui reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Reformasi ini terutama ditujukan pada tata cara perhitungan skor TKDN yang kini lebih mudah, lebih murah, lebih cepat, dan tidak kaku sebagaimana yang dituntut ratusan ekonom tersebut.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menjelaskan reformasi ini dilakukan berdasarkan evaluasi regulasi lama yang sudah berlaku lebih dari satu dekade. “Menteri Perindustrian, Bapak Agus Gumiwang Kartasasmita, dan jajaran di Kemenperin sudah mengevaluasi dan mereformasi kebijakan TKDN. Evaluasi dan reformasi didasarkan pada suara publik, industri, investor, ekonom, dan semua yang terlibat dalam ekosistem industri, terutama industri yang memproduksi produk ber-TKDN,” ujar Febri di Jakarta, dikutip Jumat (12/9/2025).
Menurut Febri, regulasi baru memungkinkan industri memperoleh sertifikat TKDN dengan lebih cepat dan efisien. “Jika dahulu proses sertifikasi bisa memakan waktu lebih dari 20 hari kerja dengan biaya relatif tinggi, kini lewat skema baru, sertifikasi bisa selesai hanya dalam 10 hari kerja. Untuk industri kecil, bahkan cukup tiga hari melalui mekanisme self declare,” katanya.
Reformasi TKDN juga memberikan insentif tambahan. Perusahaan yang berinvestasi dan menyerap tenaga kerja lokal akan mendapatkan nilai TKDN minimal 25 persen, sedangkan yang melakukan riset dan pengembangan bisa memperoleh tambahan 20 persen.
“Dengan begitu, penghitungan TKDN bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tapi menjadi reward system yang mendorong inovasi dan investasi,” kata Febri.
Kemenperin juga menekankan perhatian khusus terhadap industri kecil dan menengah (IKM). Mekanisme self declare memungkinkan IKM memperoleh sertifikat TKDN dalam waktu singkat dan biaya rendah, dengan potensi nilai TKDN lebih dari 40 persen.
“Ini bentuk afirmasi agar IKM bisa sejajar dengan industri menengah dan besar,” tutur Febri.
Selain itu, transparansi nilai TKDN kini lebih terjamin melalui label dan kemasan produk. Langkah demikian mempermudah konsumen maupun lembaga pemerintah dalam memastikan produk IKM berdaya saing dan memenuhi syarat pengadaan barang dan jasa.
“Harapan kami, semakin banyak IKM yang memanfaatkan fasilitas ini, sehingga produk mereka tidak hanya kompetitif di pasar lokal, tetapi juga mampu menembus rantai pasok industri skala besar,” tambah Febri.
Terkait kebijakan TKDN sektoral, Kemenperin menjelaskan aturan tata cara perhitungan disesuaikan dengan kebutuhan industri dan investor, sementara ambang batas TKDN ditetapkan oleh kementerian atau lembaga terkait. Kebijakan ini, menurut Febri, tetap penting terutama bagi investor asing yang ingin bersaing di pasar domestik, sekaligus menjaga kelangsungan industri lokal.
Reformasi ini juga mengatasi kendala lama, mulai dari tingginya biaya pengurusan sertifikat, masa berlaku yang pendek, hingga praktik TKDN washing. Sertifikasi kini dilakukan secara digital dan berlaku lima tahun, dengan pengawasan ketat oleh Tim Pengawas di bawah Inspektorat Jenderal untuk meminimalkan celah korupsi.
Febri menegaskan, reformasi TKDN sejalan dengan arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, yang menempatkan TKDN sebagai pilar penting dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Reformasi TKDN adalah bagian dari paket deregulasi ekonomi untuk memperkuat fondasi industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja berkualitas, serta mendukung kemandirian ekonomi nasional,” ujarnya.
Kemenperin akan terus menyosialisasikan manfaat TKDN, terutama kepada industri kecil dan menengah, agar semakin banyak produk lokal yang berdaya saing dan mampu mengisi kebutuhan pasar domestik maupun global.
“Setiap rupiah belanja negara yang diarahkan pada produk ber-TKDN akan kembali berlipat ganda bagi rakyat Indonesia, antara lain dalam bentuk penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan industri, dan penguatan ekonomi nasional,” kata Febri, menutup pernyataannya.