Info Event - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Jam’iyah Nahdlatul Ulama resmi menerbitkan surat penghentian atau penangguhan pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU) serta nota kesepahaman dengan Center for Shared Civilizational Values (CSCV). Keputusan itu tertuang dalam surat bernomor 4368/PB.23/A.II.08.07/99/08/2025.
CSCV sendiri merupakan lembaga yang digagas oleh sejumlah tokoh, di antaranya KH. A. Mustofa Bisri, KH. Yahya Cholil Staquf, C. Holland Tylor, Yaqut Cholil Qoumas, dan Dr. Timothy Samuel Shah. Selama ini, CSCV terlibat dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan, termasuk AKN NU. Namun, kehadiran sejumlah pembicara internasional di forum tersebut memicu perhatian publik dan memunculkan beragam respons.
Langkah penangguhan ini dianggap sebagai respons cepat atas dinamika yang berkembang di masyarakat. Bagi PBNU, penghentian sementara diharapkan dapat menjaga marwah organisasi sekaligus memberi waktu untuk mengevaluasi arah kerja sama dengan pihak luar. Sejumlah kalangan menilai keputusan ini penting untuk memperkuat kembali konsolidasi internal, menyegarkan komitmen NU pada nilai-nilai perjuangan para pendiri, serta memastikan setiap langkah sejalan dengan prinsip organisasi.
Tanggapan datang dari KH. Imam Jazuli, Lc. MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon. Menurut Jazuli, keputusan penghentian sementara menunjukkan adanya kecenderungan pragmatisme politik dalam tubuh NU. Ia menilai kerja sama dengan CSCV berisiko menurunkan citra organisasi karena berpotensi membuka pintu bagi ideologi Zionisme yang tidak sejalan dengan nilai-nilai NU.
Iklan
Jazuli yang juga anggota PBNU Periode 2010-2015 juga menyoroti peran ganda KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU sekaligus Presiden CSCV, yang menurutnya menimbulkan persoalan etis. Ia menilai Rais Aam KH. Miftachul Akhyar pun kurang cepat mengambil sikap hingga kritik publik semakin keras. Bagi Jazuli, hal tersebut memperlihatkan adanya pembiaran terhadap dinamika yang bisa merugikan NU.
Meski keputusan penghentian dinilai mampu meredakan situasi, Jazuli menekankan perlunya solusi jangka panjang. Ia mendorong PBNU untuk menutup sepenuhnya kerja sama dengan CSCV agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar di masa depan. Selama tokoh-tokoh kunci masih memegang simpul kuasa, menurutnya risiko masuknya pengaruh serupa tetap terbuka.
Dalam pandangannya, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia) ini menilai opsi pengunduran diri Rais Aam menjadi langkah yang ideal meski belum pernah terjadi dalam sejarah NU. Jazuli menyebut, keputusan itu bisa menyelamatkan marwah organisasi dan konsistensi perjuangan NU, khususnya dalam membela Palestina, daripada membiarkan NU terseret dalam polemik yang berkepanjangan. (*)