Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara saat konferensi pers di kantor Perdana Menteri di Yerusalem, Ahad, 10 Agustus 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara resmi telah melanjutkan rencana perluasan pemukiman di Tepi Barat yang diduduki yang akan membuat negara Palestina di masa depan menjadi mustahil. Pemimpin Israel menandatangani perjanjian pada hari Kamis untuk melanjutkan proyek yang akan membagi dua Tepi Barat.
"Kami akan memenuhi janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina. Tempat ini milik kami," kata Netanyahu pada acara di Maale Adumim, sebuah pemukiman Israel di sebelah timur Yerusalem.
“Kami akan menggandakan populasi kota.” Pemukiman tersebut, yang terletak di lahan seluas 12 km persegi di sebelah timur Yerusalem, dikenal sebagai “East 1” atau “E1”.
Rencana pembangunan tersebut, yang mencakup 3.400 rumah baru bagi pemukim Israel, akan memisahkan sebagian besar wilayah Tepi Barat dari Yerusalem Timur yang diduduki, sekaligus menghubungkan ribuan permukiman Israel di wilayah tersebut.
Yerusalem Timur memiliki arti khusus bagi warga Palestina sebagai pilihan mereka sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan.
Semua pemukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967, dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, terlepas dari apakah pemukiman tersebut memiliki izin perencanaan Israel.
Aljazirah menjelaskan bahwa perluasan ini kontroversial karena menghancurkan kesinambungan wilayah dari Tepi Barat hingga Yerusalem Timur, sehingga semakin membongkar kemungkinan adanya negara Palestina di masa depan.
Juru bicara kepresidenan Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeineh pada hari Kamis menegaskan bahwa negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya adalah kunci perdamaian di wilayah tersebut. Dia menyebutnya dan solusi dua negara “tidak bisa dihindari” meskipun Netanyahu mengambil tindakan.
Rudeineh mengutuk permukiman Israel sebagai tindakan ilegal menurut hukum internasional dan menuduh Netanyahu “mendorong seluruh kawasan menuju jurang maut”. Dia mencatat bahwa 149 negara anggota PBB telah mengakui Palestina dan meminta semua negara yang belum mengakuinya untuk segera mengakui negara Palestina.